Home > Teknologi

Besok! Saksikan Gerhana Matahari Hibrida

Gerhana matahari hibrida adalah gerhana matahari yang dalam jalurnya mengalami dua fase sekaligus.
Republika
Republika

IBUWARUNG -- Gerhana matahari hibrida akan terjadi pada 20 April 2023. Fenomena ini membuat langit menjadi gelap di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di bagian timur.

Gerhana matahari hibrida adalah gerhana matahari yang dalam jalurnya mengalami dua fase sekaligus, yaitu fase cincin dan fase total. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan ini merupakan fenomena langka yang jarang terjadi di wilayah yang sama.

Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging, mengatakan gerhana matahari hibrida terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada pula yang mengalami Gerhana Matahari Cincin, tergantung dari lokasi pengamat. Kejadian tersebut disebabkan oleh kelengkungan Bumi.

Indonesia sudah mengalami gerhana matahari beberapa kali, yaitu pada tahun 1983 terjadi Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Cincin tahun 2019, dan Gerhana Matahari Total tahun 2016.

Gerhana matahari hibrida yang akan terjadi pada 20 April 2023 nanti akan berlangsung selama 3 jam 5 menit mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik. Sementara itu jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen.

Pengajar di Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Premana W Premadi, mengingatkan, untuk melakukan pengamatan, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata ke arah Matahari ataupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari. Apalagi, kata dia, jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop.

"Harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter). Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," jelas mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB tersebut.

× Image